Alih-alih mempertahankan sumber pendapatan yang stabil setiap tahun, Boeing 737 MAX 8 telah merugikan Boeing dengan tak terkira


Sejak awal, The Boeing Company 737 Max dimaksudkan sebagai cara sederhana bagi Boeing in Washington untuk menanggapi popularitas Airbus Company Airbus A320neo. Sementara re-engineering untuk desain berusia 50 tahun itu menimbulkan beberapa tantangan. Jalan itu dipandang lebih cepat dan lebih sederhana daripada merencanakan model secara Clean Sheet. Dilengkapi dengan mesin CFM International Leap-1b, Boeing 737 MAX dijanjikan untuk memberikan penghematan bahan bakar sekitar 15% dibandingkan pendahulunya Boeing 737NG.

Tetapi alih-alih mempertahankan sumber pendapatan yang stabil setiap tahun, Boeing 737 MAX 8 telah merugikan Boeing dengan tak terkira: reputasinya telah hancur; seorang kepala eksekutif telah pergi di bawah tekanan; pesanan telah menguap; dan miliaran dolar pendapatan telah hilang. Krisis juga datang pada waktu yang lebih buruk, membuat raksasa penerbangan AS melemah tepat ketika pandemi Corona Virus melanda.

Dan di tengah fokus pada kerugian miliaran pada Boeing, perlu diingat juga korban manusia: dua kecelakaan terpisah pada 737 MAX 8 telah merenggut 346 orang nyawa mereka.

Dua tahun sejak kecelakaan Ethiopian Airlines dan Lion Air yang memicu larangan terbang pesawat jenis ini secara global, serangkaian regulator telah menyetujui kembalinya Max ke layanan dan maskapai penerbangan secara bertahap melanjutkan operasi komersial dengan jenis pesawat tersebut. Tetapi banyak yang telah berubah untuk Boeing, maskapai penerbangan dan regulator selama dua tahun terakhir ini.

Boeing telah memotong pengiriman yang direncanakan dari jet pekerja keras 737 Max untuk kedua kalinya tahun ini, bahkan ketika maskapai di seluruh dunia kekurangan pesawat.

Pabrikan kedirgantaraan AS memperkirakan akan mengirimkan 375 pesawat lorong tunggal pada tahun 2022. Boeing telah merencanakan pada awal tahun untuk mengirimkan sekitar 500 sebelum memotong perkiraannya menjadi “400-an” pesawat pada bulan Juli. Pengiriman 737 Max akan berlanjut dengan kecepatan sedikit lebih dari 30 per bulan hingga 2023, kata Brian West, kepala keuangan Boeing ketika perusahaan pada saat itu melaporkan kerugian bersih kuartal ketiga sebesar $ 3,3 miliar.

West mengatakan pelanggan menerima 88 pesawat Boeing 737 Max pada kuartal tersebut. Para eksekutif mengatakan mereka mengirimkan lebih sedikit dari yang dijanjikan karena gangguan rantai pasokan menghambat aliran suplai komponen jet di sepanjang jalur produksi.

“Kami berharap [rantai pasokan] tidak akan terus menantang selama 2023,” kata David Calhoun, kepala eksekutif Boeing. “Apa pekerjaan kita di dunia yang terbatas pasokan ini? Nah, di pabrik, kami tidak mendorong sistem terlalu cepat. Kami melambat ketika kami harus dan mencoba untuk tidak menambah masalah.”

Boeing 737 Max membawa krisis keuangan Boeing setelah dua kecelakaan menewaskan 346 orang di Indonesia dan Ethiopia pada 2018 dan 2019. Boeing terus menjual pesawat yang dibangun selama larangan terbang panjang Max setelah kecelakaan itu. Mencapai 450 pesawat pada puncaknya, dimana persediaan Max adalah 270 pada akhir kuartal, kata Boeing.

Sekitar setengah dari 270 dipesan untuk maskapai penerbangan di China, tetapi Boeing sekarang mencari pembeli yang berbeda untuk beberapa dari mereka karena pembatasan Covid-19 di negara itu membatasi permintaan untuk perjalanan udara. Juga ketegangan antara Beijing dan Washington mempersulit Boeing sebagai produsen, untuk menjual produk di sana.

“Kami masih ingin mengirimkan pesawat ke China,” kata Calhoun. “Tetapi kami juga melihat dengan jelas tentang risiko geopolitik yang ada di luar sana, dan kami tidak akan memberikan risiko baru pada investor kami.”

Boeing mengejutkan Wall Street dengan kerugian bersih dan pendapatan yang lebih rendah dari yang diharapkan. Perusahaan kehilangan $6,18 per saham, bukannya 13 sen laba saham yang telah diantisipasi investor, dan lebih buruk daripada kerugian 60 sen per saham dari kuartal ketiga 2021.

Pendapatan perusahaan sebesar $16 miliar, meskipun sekitar 5 persen lebih tinggi dari tahun sebelumnya, namun lebih rendah $2 miliar dari yang diharapkan. Saham Boeing turun 8,8 persen menjadi $133,79 di New York.

Kerugian itu didorong oleh biaya $2,8 miliar dalam bisnis pertahanannya, termasuk pada Air Force One dan kapal tanker pengisian bahan bakar KC-46A yang bermasalah. Boeing telah setuju untuk mengirimkan pesawat dengan harga tetap, yang membuatnya rentan karena menghadapi masalah dengan rantai pasokan, inflasi, dan kekurangan tenaga kerja.

Tetapi perusahaan juga melaporkan arus kas bebas $2,9 miliar – kas operasi dikurangi pengeluaran modal – dibandingkan dengan arus keluar $507 juta selama periode yang sama tahun lalu. Boeing mengharapkan arus kas bebas positif untuk tahun ini, sebagian dibantu oleh manfaat pajak $ 1,4 miliar dari Undang-Undang Pajak AS era pandemi.

Selama bertahun-tahun, banyak investor tertarik pada Boeing karena uang tunai yang dihasilkan bisnis ini. Tetapi setelah pesawat Max crash, hal itu dikritik karena berfokus pada pengembalian kepada investor daripada inovasi dan safety.

Tetapi pada Calhoun membela fokus pada arus kas bebas, menyebutnya “metrik yang hebat, titik”.

“Kebutuhan kami untuk fokus pada arus kas bebas adalah hasil dari mengambil sejumlah besar utang sehubungan dengan krisis yang kami alami,” katanya. “Itu tidak berarti kami telah berhenti berinvestasi dalam kemampuan baru.”

Misi Apollo 13, kegagalan yang sukses karena berbagai alasan


Pada tanggal 11 Apr 1970 – 17 Apr 1970 terdampar 205.000 mil dari Bumi dalam pesawat ruang angkasa yang lumpuh, astronot Jim Lovell (Hanks), Fred Haise (Paxton) dan Jack Swigert (Bacon) berjuang mati-matian untuk bertahan hidup. Sementara itu, di Mission Control, astronot Ken Mattingly (Sinise), direktur penerbangan Gene Kranz (Harris) dan kru darat yang heroik berpacu dengan waktu – dan peluang – untuk membawa mereka pulang.

Penyampaian kalimat Lovell oleh Tom Hanks, “Kami melepaskan sesuatu ke luar angkasa,” membuat merinding setiap saat. Dia melaporkannya dengan ketenangan profesional tetapi juga gravitasi yang luar biasa dan itu hanya jatuh pada setiap karakter lain. Anda dapat melihat kesadaran “menyapu” mereka bahwa ini bukan kesalahan tetapi masalah nyata dan sangat berbahaya. Dan satu tembakan dari roket akan membuat pesawat ruang angkasa “jatuh” ke bulan dalam keheningan … sungguh mahakarya yang menyampaikan emosi tanpa kata.

Jim sang komandan misi melaporkan situasi pesawat, “oksigen berkurang dengan cepat, pesawat kita kehilangan daya, alat pengatur karbondioksida rusak, hampir semua alat di pesawat ini enggak ada yang berfungsi”. Jika anda adalah Jim, Fred dan Jack yang terjebak dalam pesawat naas itu bagaimana respon Anda? panik? jelas dan itulah yang terjadi selama beberapa saat semua orang bingung tak tahu harus berbuat apa. Ketakutan merasuki perasaan mereka, “kita akan mati disini!”.

Di tengah kepanikan itu Gene Kranz Flight Director Bumi mengajukan sebuah pertanyaan, “apa yang kamu miliki di pesawat yang masih bekerja dengan baik?” Pertanyaan sederhana itu membalikkan keadaan, jika sebelumnya semua orang baik astronot yang ada di pesawat atau tim yang ada di Bumi fokus pada masalah yang mereka alami, maka pertanyaan Gene Kranz membuat mereka fokus mencari solusi. Lalu ide pun mulai terbesit sadar bahwa ada Lunar module bagian dari pesawat yang bisa dilepas dari pesawat utama untuk digunakan para astronot mendarat di bulan. 

Itu masih bisa berfungsi dengan baik, maka mereka memutuskan untuk memanfaatkannya sebagai kendaraan untuk kembali ke bumi dan setelah menghitung jalur trajectory terbaik menuju bumi, mereka menyimpulkan bahwa jika mereka cukup efisien menggunakan frase atau daya dorong untuk menyetir arah laju dari Lunar muncul, maka mereka bisa memanfaatkan daya gravitasi bumi untuk membawa para Astronot pulang.

Oke, Lalu bagaimana dengan masalah oksigen? Para astronot berhasil menemukan cara untuk mengganti beberapa komponen pesawat untuk dijadikan alat yang bisa memfilter kadar karbondioksida dan menjaga agar asupan oksigen cukup selama perjalanan, maka pada jam 12.00 WIB tanggal 17 April 1970 lunner module Apollo 13 memasuki atmosfer bumi dan mendarat di Lautan Pasifik Selatan. Ketiga astronot berhasil selamat.

Jika Anda memikirkannya, apa yang mereka capai jauh lebih mengesankan daripada mendarat di bulan.

Apa hikmah yang anda dapatkan dari kisah nyata ini? Berhentilah khawatir akan apa yang Anda tidak tahu, fokuslah pada apa yang anda tahu, Berhentilah mengeluhkan apa yang Anda tidak punya, fokuslah pada apa yang Anda punya, Berhentilah meratapi masalah yang anda miliki, fokuslah pada apa yang bisa anda lakukan saat ini, maka niscaya jalan keluar akan datang menampakan dirinya. Jadi apa yang anda tahu, apa yang Anda punya dan apa yang Anda bisa lakukan saat ini? Silahkan tulis jawaban anda di kolom komen ya Semoga bermanfaat.

© 1995 Universal City Studios, Inc. Semua Hak Dilindungi Undang-Undang.
Pemeran: Tom Hanks, Ed Harris, Bill Paxton, Kevin Bacon, Gary Sinise, Kathleen Quinlan, Mary Kate Schellhardt, Emily Ann Lloyd, Miko Hughes, Max Elliott Slade, Jean Speegle Howard, David Andrews, Chris Ellis
Diproduksi Oleh: Brian Grazer
Disutradarai oleh: Ron Howard

@HarvardBiz Mindfulness Helps You Become a Better Leader


HBR Blog Network / HBS Faculty

Mindfulness Helps You Become a Better Leader

Ever since the financial crisis of 2008, I have sensed from many leaders that they want to do a better job of leading in accordance with their personal values. The crisis exposed the fallacies of measuring success in monetary terms and left many leaders with a deep feeling of unease that they were being pulled away from what I call their True North.

As markets rose and bonus pools grew, it was all too easy to celebrate the rising tide of wealth without examining the process that created it. Too many leaders placed self-interest ahead of their organizations’ interests, and ended up disappointing the customers, employees, and shareholders who had trusted them. I often advise emerging leaders, “You know you’re in trouble when you start to judge your self-worth by your net worth.” Nevertheless, many leaders get caught up in this game without realizing it.

This happened to me in 1988, when I was an executive vice president at Honeywell, en route to the top. By external standards I was highly successful, but inside I was deeply unhappy. I had begun to focus too much on impressing other people and positioning myself to become CEO. I was caught up with external measures of success instead of looking inward to measure my success as a human and a leader. I was losing my way.

My colleague, Harvard Professor Clayton Christensen, addressed this topic in his HBR article, How Will You Measure Your Life? Clay observed that few people, if any, intend at the outset of their career to behave dishonestly and hurt others. Early on, even Bernie Madoff and Enron’s Jeff Skilling planned to live honest lives. But then, Christensen says, they started making exceptions to the rules “just this once.”

At Harvard Business School, we are challenging students to think hard about their definition of success and what’s important in their lives. Instead of viewing success as reaching a certain position or achieving a certain net worth, we encourage these future leaders to see success as making a positive difference in the lives of their colleagues, their organizations, their families, and society as a whole. The course that I created in 2005, Authentic Leadership Development (ALD), has become one of the most popular elective MBA courses, thanks to my HBS colleagues who are currently teaching it. It enables second-year MBAs to ground their careers in their beliefs, values, and principles, following the authentic leadership process described in my 2007 book, True North. More recently, ALD has become a very popular course for executives of global companies.

With all the near-term pressures in today’s society, especially in business, it is very difficult to find the right equilibrium between achieving our long-term goals and short-term financial metrics. As you take on greater leadership responsibilities, the key is to stay grounded and authentic, face new challenges with humility, and balance professional success with more important but less easily quantified measures of personal success. That is much easier said than done.

The practice of mindful leadership gives you tools to measure and manage your life as you’re living it. It teaches you to pay attention to the present moment, recognizing your feelings and emotions and keeping them under control, especially when faced with highly stressful situations. When you are mindful, you’re aware of your presence and the ways you impact other people. You’re able to both observe and participate in each moment, while recognizing the implications of your actions for the longer term. And that prevents you from slipping into a life that pulls you away from your values.

I don’t use the word “practice” lightly. In order to gain awareness and clarity about the present moment, you must be able to quiet your mind. That is tremendously difficult and takes a lifetime of practice. In 2012, I had the privilege of presenting my ideas on authentic leadership to his Holiness the Dalai Lama. When I asked him what it took to become an authentic leader, he replied, “You must have practices that you engage in every day.”

My most important introspective practice is mediation, something I try to do for twenty minutes twice a day. In 1975 I went with my wife Penny to a Transcendental Meditation (TM) Workshop. Although I never adopted the spiritual portion of TM, the physical practice became an integral part of my daily routine. Meditation has been a godsend for me. As an active leader who has held highly stressful roles since my mid-twenties, I was diagnosed with high blood pressure in my early thirties. When I started meditating, I was able to stay calmer and more focused in my leadership, without losing the “edge” that I believed had made me successful. Meditation enabled me to cast off the many trivial worries that once possessed me and gain clarity about what was really important. I gradually became more self-aware and more sensitive to the impact I was having on others. Just as important, my blood pressure returned to normal and stayed there.

In recent years, medical studies have found evidence of meditation’s many benefits, includingprotecting against health problems from high blood pressure and arthritis to infertilityreducing stress, improving attention and sensory processing; and physically altering parts of the brain associated with learning and memory, emotional regulation, and perspective-taking — critical cognitive skills for leaders attempting to maintain their equilibrium under constant pressure.

While many CEOs and companies are embracing meditation, it may not be for everyone. The important thing is to have a set time each day to pull back from the intense pressures of leadership to reflect on what is happening. In addition to meditation, I know leaders who take time for daily journaling, prayer, and reflecting while walking, hiking or jogging. I also find it extremely helpful to share the day’s events with Penny and seek her counsel.

Regardless of the daily introspective practice you choose, the pursuit of mindful leadership will help you achieve clarity about what is important to you and a deeper understanding of the world around you. Mindfulness will help you clear away the trivia and needless worries about unimportant things, nurture passion for your work and compassion for others, and develop the ability to empower the people in your organization.

More blog posts by Bill George
Bill George

BILL GEORGE

Bill George is professor of management practice at Harvard Business School and former chair and CEO of Medtronic.

#UPICintakuTakPernahSepi “The Last Lecture” Prof. Dr. H. Mohammad Fakry Gaffar, M.Ed.: From Good To Great Lecture


Kemarin saya menghadiri  “The Last Lecture” Prof. Dr. H. Mohammad Fakry Gaffar, M.Ed. sebagai Guru Besar Universitas Pendidikan Indonesia (UPI) Administrasi Pendidikan, beliau memasuki masa purna bakti setelah berkarir lebih dari 40 tahun. Acara Purna Bakti dengan segenap civitas akademika UPI digelar di Gedung Balai Pertemuan UPI Jalan Setiabudhi, Sabtu (15/9).  

Prof Dr Mohammad Fakry Gaffar MEd, kelahiran Pontianak, 16 Juli 1942 walaupun orang tuanya berasal dari Serang, Banten.  Ketertarikannya terhadap dunia pendidikan melebihi cita-citanya sebagai kiai besar. Dan selama dua periode yakni sejak tahun 1995 menjadi Rektor UPI (dulu IKIP).  Kisah hidupnya sangat mengesankan. Ia ‘berkelana’ dari satu negara ke negara lain, mengejar beasiswa dan menjadi guru hanya untuk mendapatkan kepuasan pendidikan yang tinggi dan lebih tinggi lagi. 

Saya kenal dekat dengan beliau sejak menjadi siswa S3 di Manajemen Pendidikan UPI, walapun orang tua sudah kenal terlebih dahulu karena mereka berdua juga sekolah di IKIP (sekarang UPI). Dalam pandangan saya, beliau adalah tipe pendidik (Educator) dan pemimpin (Leader) yang mumpuni, walaupun kadang-kadang “LUHUR SAUR BAHE CAREK”, beliau membuktikan bukan hanya  kompeten dalam bidanng teoritis Academic saja, namun juga bergerak luas pada ranah Business & Goverment.
Terbukti dari “sepak terjangnya” yang tidak hanya di UPI, bahkan sampai ranah nasional bahkan global. Salah satu prestasinya diluar UPI adalah menjadi Lulusan Terbaik LEMHANAS yang kita tahu adalah jaminan menduduki jabatan-jabatan strategis di negeri ini baik sipil maupun militer. Di UNESCO, beliau juga mempunyai peran yang tidak kecil, terbukti dengan hasil penelitian dan kerja nya di organisasi pendidikan dan kebudayaan tingkat dunia ini. 
Masih segar dalam ingatan,  ketika saya mewakili SPS Adpend UPI menjadi pembicara di Doctoral School Seminar – Institute of Education, University of London. Dinihari (~ Jam 2 malam) pada saat transit di Dubai, sambil menunggu pesawat menuju London, dengan tekun membimbing saya untuk mempersiapkan dengan serius presentasi saya di sana. Walapun terkantuk-kantuk, kelihatan benar beliau sangat ingin anak didiknya berhasil dalam segala hal.

Inipun terbukti di UPI dimana pada Purna Bakti ini banyak fihak dan acara yang merupakan sumbangan dari kolega, teman sahabat, mahasiswa bahkan pemnagku kepentingan lain yang bererima kasih pada beliau.
Pada  kuliah ilmiahnya (The Last Lecture) yang dikutip dari Tribun Jabar, beliau menyampaikan bahwa  perkembangan ilmu pengetahuan dan teknologi dengan segala dampaknya dan arus globalisasi melanda berbagai aspek kehidupan. hal ini juga menciptakan dinamika sosial dan memunculkan berbagai tantangan termasuk di dunia pendidikan dan secara spesifik perguruan tinggi.

Salah satunya adalah revolusi  information and communication technology (ICT). Menurut Prof Dr Mohammad Fakry Gaffar MEd, revolusi ICT banyak mengubah pola hidup, pola pikir dan pola tindak manusia yang semakin materialistik dan pragmatis serta amat tergabtung pada ICT hampir dalam setiap aspek kehidupan.

“Hal ini menantang perguruan tinggi untuk mengubah pengaruh negatif ini menjadi peluang sehingga manusia menemukan kembali martabat dan kemandirian serta kemampuan untuk berperan aktif dalam mengendalikan dan memanfaatkan teknologi untuk mewujudkan kesejahteraan dan kemakmuran rakyat,” katanya dalam pidato Purna Bakti nya dengan judul “Membangun Universitas Masa Depan Strategi Jangka Panjang Menuju World Class University pada Tahun 2035”  di Gedung BPU Kampus UPI Jalan Setiabudhi, Sabtu (15/9).


Menurutnya, dampak kemajuan ilmu pengetahuan dan teknologi terhadap berbagai aspek kehidupan manusia termasuk dunia bisnis dan industri yang tidak hanya mendatangkan kemajuan tapi juga berakibat pada pengrusakan lingkungan kehidupan manusia di seluruh dunia yang menantang perguruan tinggi untuk berperan dan memberikan respon penyelamatan terhadap lingkungan hidup tersebut sebagai langkah penyelamatan kehidupan manusia.

Beliau memang sangat kompeten bukan hanya di bidangnya. Menurut pengamatan saya, UPI akan kehilangan tokoh yang bisa menjembati dan faham betul integrasi dan kolaborasi “Academic, Business and Government” untuk peningkatan peradaban bangsa. Melihat beliau, saya terbayang pada Gary Becker, seorang pemenang Nobel yang banyak menguasai ilmu pengetahuan serta dapat mengimplementasikannya………….
Semoga beliau diberi kesehatan, kemampuan berkarya dan panjang  umur oleh Allah SWT……Amin Ya Robbal Alamin…..

 

#ManajemenPembebas Implementasi Strategi: Kepemimpinan Strategis (Strategic Leadership)


Dalam makalahnya yang berjudul “KEPEMIMPINAN STRATEGIS DI ABAD XXI”,  Adi Sujatno, Bc.IP, SH, MH (Widyaiswara Utama Lemhannas R.I) menyebutkan bahwa kepemimpinan stategis  beresensi umum berkaitan dengan jenis teori kepemimpinan, konsep dan strategi kepemimpinan.   

Kepemimpinan lahir sebagai suatu konsekuensi logis dari perilaku dan budaya manusia yang terlahir sebagai individu yang memiliki ketergantungan sosial (zoon politicon) yang sangat tinggi dalam memenuhi berbagai kebutuhannya (homo sapiens). ABRAHAM MASLOW mengidentifikasi adanya 5 tingkat kebutuhan manusia :  1). kebutuhan biologis, 2). kebutuhan akan rasa aman, 3). kebutuhan untuk diterima dan dihormati orang lain, 4). kebutuhan untuk mempunyai citra yang baik, dan 5). kebutuhan untuk menunjukkan prestasi yang baik. 

Dalam upaya memenuhi kebutuhannya tersebut manusia kemudian menyusun organisasi dari yang terkecil sampai yang terbesar sebagai media pemenuhan kebutuhan serta menjaga berbagai kepentingannya. Bermula dari hanya sebuah kelompok, berkembang hingga menjadi suatu bangsa. 

Dalam bahasa Indonesia “pemimpin” sering disebut penghulu, pemuka, pelopor, pembina, panutan, pembimbing, pengurus, penggerak, ketua, kepala, penuntun, raja, tua-tua, dan sebagainya.

Istilah pemimpin, kepemimpinan, dan memimpin pada mulanya berasal dari kata dasar yang sama “pimpin”. Namun demikian ketiganya digunakan dalam konteks yang berbeda. Pemimpin adalah suatu peran dalam sistem tertentu; karenanya seseorang dalam peran formal belum tentu memiliki ketrampilan kepemimpinan dan belum tentu mampu memimpin. Adapun istilah Kepemimpinan pada dasarnya berhubungan dengan ketrampilan, kecakapan, dan tingkat pengaruh yang dimiliki seseorang; oleh sebab itu kepemimpinan bisa dimiliki oleh orang yang bukan “pemimpin”. Sedangkan istilah Memimpin digunakan dalam konteks hasil penggunaan peran seseorang berkaitan dengan kemampuannya mempengaruhi orang lain dengan berbagai cara.

“Sometimes, I think my most important job as a CEO is to listen for bad news. If you don’t act on it, your people will eventually stop bringing bad news to your attention and that is the beginning of the end.” – Bill Gates

Kajian mengenai kepemimpinan termasuk kajian yang multi dimensi, aneka teori telah dihasilkan dari kajian ini. Teori yang paling tua adalah The Trait Theory atau yang biasa disebut Teori Pembawaan. Teori ini berkembang pada tahun 1940-an dengan memusatkan pada karakteristik pribadi seorang pemimpin, meliputi : bakat-bakat pembawaan, ciri-ciri pemimpin, faktor fisik, kepribadian, kecerdasan, dan ketrampilan berkomunikasi. Tetapi pada akhirnya teori ini ditinggalkan, karena tidak banyak ciri konklusif yang dapat membedakan antara pemimpin dan bukan pemimpin.

“A real leader faces the music even when he doesn’t like the tune.” – Arnold H. Glassgow

Dengan surutnya minat pada Teori Pembawaan, muncul lagi Teori Perilaku, yang lebih dikenal dengan Behaviorist Theories. Teori ini lebih terfokus kepada tindakan-tindakan yang dilakukan pemimpin daripada memperhatikan atribut yang melekat pada diri seorang pemimpin. Dari teori inilah lahirnya konsep tentang Managerial Grid oleh ROBERT BLAKE dan HANE MOUTON. Dengan Managerial Grid mereka mencoba menjelaskan bahwa ada satu gaya kepemimpinan yang terbaik sebagai hasil kombinasi dua faktor, produksi dan orang, yaitu Manajemen Grid. Manajemen Grid merupakan satu dari empat gaya kepemimpinan yang lain, yaitu : Manajemen Tim, Manajemen Tengah jalan, Manajemen yang kurang, dan Manajemen Tugas.

“Be as careful as to the books you read as of the company you keep; for your habits and character will be as much influenced by the former as the latter.” – Poxton Hood

Pada masa berikutnya teori di atas dianggap tidak lagi relevan dengan sikon zaman. Timbullah pendekatan Situational Theory yang dikemukakan oleh HARSEY dan BLANCHARD. Mereka mengatakan bahwa pembawaan yang harus dimiliki seorang pemimpin adalah berbeda-beda, tergantung dari situasi yang sedang dihadapi. Pendekatan ini menjadi trend pada tahun 1950-an.

“There are no working hours for leaders.” – James Cardinal Gibbons

Teori yang paling kontemporer adalah teori Jalan Tujuan, Path-Goal Teory. Menurut teori ini nilai strategis dan efektivitas seorang pemimpin didasarkan pada kemampuannya dalam menimbulkan kepuasan dan motivasi para anggota dengan penerapan reward and punisment. 

 “A real leader faces the music even when he doesn’t like the tune.” – Arnold H. Glassgow

Perkembangan teori-teori di atas sesungguhnya adalah sebuah proses pencarian formulasi sistem kepemimpinan yang aktual dan tepat untuk diterapkan pada zamannya. Atau dengan kata lain sebuah upaya pencarian sistem kepemimpinan yang efektif dan strategis.

 

Peran Teknologi Telematika dalam Kepemimpinan Bangsa


Pada saat ini bangsa kita sedang dalam tahapan rekonstruksi setelah mengalami krisis ekonomi, sosial, dan politik yang terburuk pada tiga tahun terakhir ini. Kepercayaan masyarakat kepada lembaga-lembaga formal amat tipis, bahkan kepercayaan antar kelompok-kelompok dalam masyarakatpun terkikis. Sedangkan gejala disintegrasi bangsa mengancam persatuan dan kesatuan bangsa kita. Upaya rekonstruksi diharapkan dapat membawa bangsa kita menjadi suatu masyarakat madani yang bersatu dalam negara Republik Indonesia.

Memasuki milenium ketiga, globalisasi yang semula merupakan suatu kecenderungan telah menjadi suatu realitas, sedangkan alternatifnya adalah pengucilan dari kancah pergaulan antar bangsa. Globalisasi menuntut adanya berbagai macam standar, pengaturan, kewajiban, dan sekaligus juga memberi hak kepada anggota masyarakat global. Berbagai aturan dikenakan secara global (misalnya, WTO, IMF, UN, dan lain-lain). Tuntutan berkompetisi, dan sekaligus berkolaborasi, memaksa kita untuk terus menerus meningkatkan daya saing bangsa kita, baik dalam pasar lokal, regional, maupun dalam pasar global.


Sementara itu, era reformasi memungkinkan kita untuk menelaah dan memperbaiki dampak negatif dari sentralisasi yang berlebihan di masa lalu. Pola sentralisasi selain mengabaikan inisiatif masyarakat, juga cenderung meniadakan proses pengambilan keputusan yang didasarkan pada kriteria obyektif berdasarkan data dan informasi. Setelah beberapa dasawarsa di bawah pemerintahan tersentralisasi, kebijakan pucuk pimpinan seringkali menjadi satu-satunya acuan yang harus diikuti. Akibatnya, keputusan lebih banyak dilakukan atas dasar kesesuaian dengan kebijakan atasan daripada berdasarkan fakta dan informasi, sehingga informasi yang dikumpulkan dari lapangan menjadi kurang dihargai.

Selain masalah-masalah tersebut di atas, perkembangan teknologi juga memberikan tantangan tersendiri pada berbagai aspek kehidupan sehari-hari. Salah satu teknologi yang berkembang pesat dan perlu dicermati adalah teknologi informasi. Tanpa penguasaan dan pemahaman akan Teknologi Telematika ini, tantangan globalisasi akan menyebabkan ketergantungan yang tinggi terhadap pihak lain dan hilangnya kesempatan untuk bersaing karena minimnya pemanfaatan teknologi informasi sebagai alat bantu dalam Kepemimpinan Bangsa. Mengingat perkembangan Teknologi Telematika yang demikian pesat, maka upaya pengembangan dan penguasaan Teknologi Telematika yang didasarkan pada kebutuhan sendiri haruslah mendapat perhatian maupun prioritas yang utama untuk dapat menjadi masyarakat yang lebih maju.


 Dengan tantangan yang beragam seperti itu, Pemerintah Republik Indonesia harus terus melakukan upaya-upaya untuk mengatasinya dan mengantisipasi langkah-langkah yang terbaik untuk bangsa Indonesia. Salah satu yang menjadi perhatian adalah bagaimana Teknologi Telematika (untuk selanjutnya akan disingkat TI atau IT-Information Technology) dapat berperan dalam langkah-langkah yang sedang, dan akan dilakukan dalam menghadapi tantangan-tantangan tersebut.

 

Steve Jobs: Kemana….Kemana? Muncul dan Hilangnya Inovasi


Bila kita bayangkan seseorang dari tahun 1970 melakukan perjalanan waktu ke masa depan yaitu hari ini. Anda bisa menunjukkan salah satunya adalah Steve Jobs yang menciptakan iPhone. Orang kembali kemudian membayangkan komunikasi nirkabel (pada film Dick Tracy atau Star Trek), tetapi mereka tidak pernah membayangkan kita bisa menyimpan informasi seluruh dunia  melalui perangkat berukuran saku. Perjalanan waktu kita akan bergetar dengan kegembiraan. Kita ingin tahu apa keajaiban teknologi lainnya yang telah ditemukan dalam 41 tahun terakhir. Kita tahu tentang ruang koloni di Mars, mobil terbang, pesawat bertenaga nuklir supercepat  dan organ buatan. Orang yang lahir pada tahun 1900 dimulai dengan adanya kereta kuda dan meninggal dengan peristiwa laki-laki berjalan di Bulan, tetapi beberapa dekade terakhir ini kita tidak melihat kemajuan teknologi seperti itu. 

Baru-baru ini, sejumlah penulis telah berpikir adanya perlambatan inovasi. Michael Mandel menulis artikel di Business Week pada tahun 2009. Tyler Cowen menulis sebuah buku berpengaruh The Great Stagnation: How America Ate All The Low-Hanging Fruit of Modern History,Got Sick, and Will Eventually Feel Better pada tahun 2010. Penulis Fiksi Ilmiah Neal Stephenson baru saja menerbitkan sebuah makalah yang disebut  “Innovation Starvation” di World Policy Journal  dan Peter Thiel, yang membantu menciptakan PayPal dan keuangan pada Facebook, memiliki sebuah esai berjudul “Akhir dari Masa Depan” (The End of the Future) dalam National ReviewPenulis-penulis ini mengakui bahwa telah terjadi inovasi yang luar biasa dalam teknologi informasi. Bidang Robotika tampaknya juga tumbuh dengan baik. Namun kecepatan inovasi melambat di banyak sektor lainnya. 

Sebagai titik awal, Thiel mengatakan, kita melakukan perjalanan dengan kecepatan yang sama seperti yang kita lakukan setengah abad yang lalu, apakah di darat atau di udara. Kita bergantung pada sumber energi dasar yang sama. Warren Buffett melakukan investasi $ 44 miliar pada 2009, ia berinvestasi pada rel kereta api yang membawa batubara. Revolusi Hijau meningkatkan hasil gabah dengan 126 persen pada kurun 1950-1980, namun hasil itu meningkat hanya sebesar 47 persen pada dekade selanjutnya. Perusahaan-perusahaan farmasi besar sangat sedikit mengeluarkan obat-obatan fenomenal karena memangkas dana departemen riset mereka. 

Jika kita percaya tesis stagnasi inovasi, ada tiga penjelasan yang paling menarik tampaknya. Pertama, sifat bukit ganda dari kurva belajarKetika peneliti mendaki bukit pertama dari masalah, mereka pikir mereka dapat melihat puncak.Tapi begitu mereka sampai di sana, mereka menyadari hal-hal yang lebih rumit daripada yang mereka pikir. Mereka harus kembali ke dasar dan mendaki sebuah bukit pengetahuan yang bahkan lebih curam depan. KIta telah melalui fase  dalam segala macam masalah – genetika, energi, penelitian kanker dan Alzheimer. Inovasi tentu akan datang, hanya saja tidak secepat yang kita pikir. 

Kedua, telah terjadi kehilangan idealisme dan utopianismeJika kita kembali dan berpikir tentang Pameran Dunia besar Amerika, atau jika Anda membaca tentang Bell Labs (Laboratorium perusahaan tempat saya bekerja dulu) pada masa kejayaannya atau Silicon Valley di tahun 1980 atau 1990, kita melihat orang-orang dalam cengkeraman visi idealisme mereka. Mereka membayangkan dunia yang sempurna. Mereka merasa seolah-olah memiliki kekuatan untuk memulai dunia baru. Ini adalah delusi (pikiran yang tidak berdasar), tetapi ini adalah delusi yang menjadi inspirasi.  

Utopianisme ini hampir tak bisa ditemukan saat ini. Stephenson dan Thiel menunjukkan bahwa buku fiksi ilmiah sekarang sekarat; pekerjaan saat ini merupakan distopia (kondisi hidup yang buruk), bukan inspirasi. Thiel berpendapat bahwa etos lingkungan telah merusak kepercayaan adanya sihir teknologi. Lembaga-lembaga hukum dan budaya TV kita mengurangi antusiasme dengan menghukum kegagalan tanpa ampun. Padahal, kegagalan awal NASA dipandang sebagai langkah sepanjang jalan menuju masa depan yang gemilang.  

Ketiga, tidak adanya benturan budaya yang ekstrim. Lihatlah sejarah hidup Steve Jobs. Selama hidupnya, ia mengkombinasikan tiga ruang hidup yang asinkron – Budaya anti kemapanan tahun 1960-an, budaya awal “penggila (Geeks)” komputer  dan budaya perusahaan Amerika. Ada “Hippies”, “The Whole Earth Catalogue” dan eksplorasi spiritual di IndiaAda juga jam yang dikhususkan untuk mencoba membangun sebuah kotak untuk membuat panggilan telepon gratis 🙂 

Penggabungan tiga “kehidupan” ini memicu inovasi yang berkelanjutan, menghasilkan tidak hanya produk baru dan gaya manajemen, tetapi juga kepribadian yang baru – seragam perusahaan berupa celana jins dan T-Shirt lengan panjang hitam. Ini didahului orang-orang marjinal yang datang bersama-sama, bersaing keras dan mencoba untuk menyelesaikan hubungan mereka sendiri yang tidak nyaman dengan masyarakat. 

Akar inovasi yang besar tidak pernah hanya di teknologi itu sendiri. Kita selalu dalam konteks sejarah yang lebih luas dan membutuhkan cara baru untuk melihat. Seperti Einstein mengatakan, “Masalah penting yang kita hadapi tidak bisa dipecahkan pada tingkat pemikiran yang sama pada saat kita menciptakan hal tersebut.” 

Jika Anda ingin menjadi Steve Jobs dan selanjutnya mengakhiri stagnasi inovasi, mungkin Anda harus mulai mencoba hal-hal yang sama sekali baru.

Pojok Pendidikan Publishing: Buku “Bunga Rampai Pendidikan Kreatif Edisi-1” Sudah Terbit


 

Saya selalu mengatakan bahwa: “Pendidikan adalah Benteng Terakhir Peradaban Manusia”. Mengapa, betapa besar peranan pendididikan dlam hajat hidup manuasia yang dikatakan oleh Aristoteles: “Pendidikan adalah bekal paling baik dalam menghadapi hari tua”.


Pendidikan dalam kaitannya dengan mobilitas sosial harus mampu untuk mengubah arus utama (mainstream) peserta didik akan realitas sosialnya. Pendidikan merupakan anak tangga mobilitas yang penting. Pendidikan dapat menjadi penyandar bagi mobilitas. Seiring dengan perkembangan zaman kemudian kita lebih mempercayai kemampuan individu atau keterampilan yang bersifat praktis daripada harus menghormati kepemilikan ijasah yang kadang tidak sesuai dengan kenyataannya. Inilah yang ahirnya memberikan peluang bagi tumbuhnya pendidikan  yang lebih bisa memberikan keterampilan praktis bagi kebutuhan dunia yang tentunya memiliki pengaruh bagi seseorang.

Pendidikan yang tepat untuk mengubah paradigma ini adalah pendidikan kritis yang pernah digulirkan oleh Paulo Freire. Sebab, pendidikan kritis mengajarkan kita selalu memperhatikan kepada kelas-kelas yang terdapat di dalam masyakarakat dan berupaya memberi kesempatan yang sama bagi kelas-kelas sosial tersebut untuk memperoleh pendidikan. Disini fungsi pendidikan bukan lagi hanya sekedar usaha sadar yang berkelanjutan. Akan tetapi sudah merupakan sebuah alat untuk melakukan perubahan dalam masyarakat. Pendidikan harus bisa memberikan pemahaman kepada peserta didik tentang realitas sosial, analisa sosial dan cara melakukan mobilitas sosial.  

Tulisan dalam Buku “Bunga Rampai Pendidikan Kreatif” ini dimaksudkan sebagai tambahan menu dalam dunia pendidikan yang mudah-mudahan memberikan wawasan baru. Walaupun bukan merupakan buku referensi dan ditulis dengan gaya populer, diharapkan menambah khasanah bagi semua pemangku kepentingan pendidikan di Indonesia.

Semoga.

 Pendidik Pembebas

Djadja Achmad Sardjana

Buku bisa dipesan di : http://www.nulisbuku.com/books/view/bunga-rampai-pendidikan-kreatif-edisi-1

 

 

Related articles, courtesy of Zemanta:

Diky Candra, Joko Widodo dan Arti Sebuah Amanah


Akhir-akhir ini ada dua tokoh yang terkenal karena jabatannya: Dicky Chandra dan Joko Wi. Keduanya akhir-akhir ini menduduki rating tinggi di beberapa media televisi, majalah, surat kabar dan online. 

Diky Candra (Sumber dari Wikipedia)

Raden Diky Candranegara (lahir di Tasikmalaya, Jawa Barat, 12 Mei 1974; umur 37 tahun) atau yang lebih dikenal dengan Diky Candra adalah seorang pria Indonesia yang berprofesi sebagai pelawak, MC, sutradara, penulis naskah dan aktor dalam dunia hiburan di tanah air. Ia adalah wakil bupati Garut untuk periode 2009-2013

Pada tahun 2008 Diky mencalonkan diri sebagai Wakil Bupati Garut mendampingi calon bupati Aceng Fikri sebagai wakil kelompok independen. Setelah melalu dua putaran pemilihan akhirnya Aceng-Diky terpilih menjadi Bupati-Wakil Bupati Garut untuk periode 2009-2014.

Persoalan mulai muncul ketika Dicky Chandra  mengajukan Pengunduran diri, yang menurut beberapa kalangan merupakan tindakan seorang ksatria yang harus diberikan apresiasi dan dihormati. Selain itu, Dicky Chandra telah melakukan tindakan seorang pemimpin yang bertanggungjawab apabila dirinya memang mengakui tidak mampu memimpin.

“Ini adalah suatu tindakan dan langkah yang bertanggungjawab yang dilakukan oleh Dicky Chandra,” kata beberapa tokoh.

Menurut beberapa kalangan, ia  bisa membangun Kabupaten Garut dan tidak harus menjadi pejabat seperti Bupati atau Wakil Bupati dengan memiliki karya yang bermanfaat merupakan salah satu yang dapat membangun daerah. Apalagi Dicky Chandra, merupakan artis atau sosok figur yang dikenal banyak masyarakat di Garut maupun se-Indonesia yang tentunya dapat memberikan yang terbaik untuk Garut umumnya bangsa Indonesia dengan keahlian yang dimilikinya.

Sementara itu surat pengajuan pengunduran diri Wakil Bupati Garut, Dicky Chandra telah diterima oleh pimpinan DPRD Kabupaten Garut. Bahkan keputusan pengunduran diri Dicky Chandra itu sudah diketahui Gubernur Jabar, Ahmad Heryawan, dan pihak DPRD sudah bertemu langsung dengan Wakil Bupati Garut Dicky Chandra untuk menjelaskan alasan pengunduran diri tersebut. Sementara itu Dicky Chandra merupakan sosok artis yang sering muncul di layar televisi mencalonkan diri menjadi Wakil Bupati bersama pasangannya Bupati Garut Aceng HM Fikri dari calon perseorangan pada Pilkada Garut 2009.

Joko Widodo (Sumber dari Wikipedia)

Ir. Joko Widodo (lahir di Surakarta, 21 Juni 1961; umur 50 tahun), lebih dikenal dengan nama julukan Jokowi, adalah walikota Kota Surakarta (Solo) untuk dua kali masa bhakti 2005-2015. Wakil walikotanya adalah F.X. Hadi Rudyatmo.

Jokowi meraih gelar insinyur dari Fakultas Kehutanan UGM pada tahun 1985. Ketika mencalonkan diri sebagai walikota, banyak yang meragukan kemampuan pria yang berprofesi sebagai pedagang mebel rumah dan taman ini; bahkan hingga saat ia terpilih. Namun setahun setelah ia memimpin, banyak gebrakan progresif dilakukan olehnya. Ia banyak mengambil contoh pengembangan kota-kota di Eropa yang sering ia kunjungi dalam rangka perjalanan bisnisnya.

Di bawah kepemimpinannya, Solo mengalami perubahan yang pesat. Branding untuk kota Solo dilakukan dengan menyetujui moto “Solo: The Spirit of Java”. Langkah yang dilakukannya cukup progresif untuk ukuran kota-kota di Jawa: ia mampu merelokasi pedagang barang bekas di Taman Banjarsari hampir tanpa gejolak untuk merevitalisasi fungsi lahan hijau terbuka, memberi syarat pada investor untuk mau memikirkan kepentingan publik, melakukan komunikasi langsung rutin dan terbuka (disiarkan oleh televisi lokal) dengan masyarakat. Taman Balekambang, yang terlantar semenjak ditinggalkan oleh pengelolanya, dijadikannya taman.

Jokowi juga tak segan menampik investor yang tidak setuju dengan prinsip kepemimpinannya. Sebagai tindak lanjut branding ia mengajukan Surakarta untuk menjadi anggota Organisasi Kota-kota Warisan Dunia dan diterima pada tahun 2006. Langkahnya berlanjut dengan keberhasilan Surakarta menjadi tuan rumah Konferensi organisasi tersebut pada bulan Oktober 2008 ini. Pada tahun 2007 Surakarta juga telah menjadi tuan rumah Festival Musik Dunia (FMD) yang diadakan di kompleks Benteng Vastenburg yang terancam digusur untuk dijadikan pusat bisnis dan perbelanjaan. FMD pada tahun 2008 diselenggarakan di komplek Istana Mangkunegaran. Oleh Majalah Tempo, Joko Widodo terpilih menjadi salah satu dari “10 Tokoh 2008”.

Arti Sebuah Amanah

Bercermin dari dua kejadian di atas, apa yang dapat kita simpulkan dari “Arti Sebuah Amanah”? Terutama dihubungkan dengan amanah jabatan yang dipegang sebagai manifestasi kekuasaan “Dari Rakyat, Oleh rakyat dan Untuk Rakyat”.

Menurut Syariah Online, Arti Sebuah Amanah digambarkan dalam sebuah ayat Al-Qur’an sbb: “Hai orang-orang yang beriman, janganlah kamu mengkhianati Allah dan Rasul (Muhammad) dan (juga) janganlah kamu mengkhianati amanat-amanat yang dipercayakan kepadamu, sedang kamu mengetahui” (QS Al-Anfaal 27).

Ayat ini mengaitkan orang-orang beriman dengan amanah atau larangan berkhianat. Bahwa diantara indikator keimanan seseorang adalah sejauh mana dia mampu melaksanakan amanah. Demikian pula sebaliknya bahwa ciri khas orang munafik adalah khianat dan melalaikankan amanah-amanahnya. Amanah, dari satu sisi dapat diartikan dengan tugas, dan dari sisi lain diartikan kredibilitas dalam menunaikan tugas. Sehingga amanah sering dihubungkan dengan kekuatan. Firman Allah: “Sesungguhnya orang yang paling baik yang kamu ambil untuk bekerja (pada kita) ialah orang yang kuat lagi dapat dipercaya” (QS Al-Qhashash 27).

Oleh karena itu sekecil apapun amanah yang dilaksanakan, maka memiliki dampak positif berupa kebaikan. Dan sekecil apapun amanah yang disia-siakan, niscaya memiliki dampak negatif berupa keburukan. Dampak itu bukan hanya mengenai dirinya tetapi juga mengenai umat manusia secara umum. Seorang mukmin yang bekerja mencari nafkah dengan cara yang halal dan baik, maka akan memberikan dampak positif berupa ketenanggan jiwa dan kebahagiaan bagi keluarganya. Lebih dari itu dia mampu memberi sedekah dan infak kepada yang membutuhkan. Sebaliknya seorang yang mengaggur dan malas akan menimbulkan dampak negatif berupa keburukan, terlantarnya keluarga, kekisruhan, keributan dan beban bagi orang lain.

Kesalahan kecil dalam menunaikan amanah akan menimbulkan bahaya yang fatal. Bukankah terjadinya kecelakan mobil ditabrak kereta, disebabkan hanya karena sopirnya lengah atau sang penjaga pintu rel kereta tidak menutupnya? Bahaya yang lebih fatal lagi jika amanah dakwah tidak dilaksanakan, maka yang terjadi adalah merebaknya kemaksiatan, kematian hati, kerusakan moral dan tatanan sosial serta kepemimpnan di pegang oleh orang yang bodoh dan zhalim.

Harta, wanita dan kekuasaan memang merupakan sarana yang paling ampuh digunakan syetan untuk mengoda orang beriman agar melalaikan amanah, bahkan meninggalkannya sama sekali. Betapa sebagian da’i yang ketika tidak memiliki sarana harta yang cukup dan tidak ada kekuasaan yang disandangnya, begitu istiqomah menjalankan amanah dakwah. Tetapi setelah dakwah sudah menghasilkan harta dan kekuasaan, amanah dakwah itu ditinggalkan dan bahkan berhenti dari jalan dakwah dan futur dalam barisan jama’ah dakwah!

Oleh karena itu waspadalah terhadap harta, wanita dan kekuasaan! Itu semua hanya sarana untuk melaksanakan amanah dan jangan sampai menimbulkan fitnah yang berakibat pada melalaikan amanah. Dibalik dari menunaikan amanah terkadang ada bunga-bunga yang mengiringinya, harta yang menggiurkan, wanita yang menggoda sehingga orang yang beriman harus senanatiasa menguatkan taqarrub illallah dan istianah billah.

Amanah adalah perintah dari Allah yang harus ditunaikan dengan benar dan disampaikan kepada ahlinya. Allah Ta’ala berfirman: “Sesungguhnya Allah menyuruh kamu menyampaikan amanat kepada yang berhak menerimanya, dan (menyuruh kamu) apabila menetapkan hukum di antara manusia supaya kamu menetapkan dengan adil. Sesungguhnya Allah memberi pengajaran yang sebaik-baiknya kepadamu. Sesungguhnya Allah adalah Maha Mendengar lagi Maha Melihat”.(QS An-Nisaa 58)

Amanah yang paling tinggi adalah amanah untuk berbuat adil dalam menetapkan hukum pada kepemimpinan umat. Pahala yang paling tinggi adalah pahala dalam melaksanakan keadilan sebagai pemimpin umat. Begitulah sebaliknya, bahaya yang paling tinggi adalah bahaya melakukan kezhaliman pada saat memimpin umat. Kezhaliman pemimpin akan menimbulkan kehancuran dan kerusakan total dalam sebuah bangsa. Maka kezhaliman pemimpin merupakan sikap menyia-nyiakan amanah yang paling tinggi.

Related articles, courtesy of Zemanta:

Mengapa Steve Jobs Berikutnya Akan Di Bidang Energi, Bukan Teknologi Informasi


oleh CHRISTOPHER MIMS Technology Review – MIT Published 2011/08/30 (http://www.technologyreview.com/blog/mimssbits/27121/?p1=blogs)

Melihat sekeliling kita, apa masalah utama yang kita hadapi, dalam cara apapun kesempatan apa yang menyerupai era awal PC? Hanya ada satu: energi.
Perjuangan untuk membuat komputer dapat digunakan oleh pengguna sehari-hari sudah selesai dilakukan. Anak Balita saya bahkan bisa mengetikkan dua kata dan dia sudah dapat menavigasi YouTube pada iPad. Kita semua bisa melihat makna hal ini: Apple menang, baris perintah pada komputer hilang, dan masa depan komputasi akan dibentuk untuk kebutuhan kita, bukan sebaliknya. Steve Jobs melakukannya.
Sekarang kita harus menerapkan kejeniusan untuk masalah dunia yang paling mendesak. Sesuatu yang mewakili ancaman yang luar biasa terhadap lingkungan dan fihak-fihak yang sudah mengorbankan standar hidup kita.
Sangat penting untuk memahami bahwa Jobs, Gates dan semua jenius lain di zaman mereka – waktu kelahiran komputer pribadi sebagai hobi sampai sekarang, yang lebih pendek daripada satu generasi hidup manusia – tidak hanya luar biasa. Mereka juga hidup di waktu yang luar biasa, sehingga memiliki kesempatan untuk menciptakan peluang bagi diri mereka sendiri yang akan menjadi industri dunia yang paling transformatif.

Berikut adalah alasan bahwa mengapa Steve Jobs berikutnya – memang, harus – muncul di bidang energi.
1. Masalah komputer pribadi sudah “dipecahkan” – Itu sekarang hanya sekedar “alat”.
Ketika produk komputer sudah mencapai tahap ini, dengan inovasi menjadi keharusan inkremental. Sebuah Mobil adalah analogi yang baik. Kendaraan listrik, proses perakitan, dan otomatisasi penuh pabrik mobil – tapi itu semua masih sebuah mobil .
2. Energi adalah masalah yang mendesak berikutnya.
Jika kita tidak memecahkan energi melalui kombinasi efisiensi, mendistribusikan pembangkitan, mekanisme pendanaan baru, teknologi baru dan apa pun yang kita bisa lakukan, perekonomian kita bisa runtuh (dalam jangka pendek) dan planet ini akan “tidak ramah lagi dan bermusuhan” kepada penduduk bumi seperti apa yang diproyeksikan (pada akhir abad ini).
Jobs berkata kepada orang-orang di tim Apple bahwa mereka akan mengubah dunia, dan mereka percaya padanya. Tidak ada industri lain di mana seorang insinyur atau ilmuwan bisa memiliki dampak begitu besar sekarang.
3. Penggemar ada di bidang ini, dan memberikan mereka akses ke teknologi yang lebih baik akan mempercepat pengembangan dan adopsi inovasinya.
Komputer Apple pertama kali digunakan adalah trik Steve Wozniak untuk mengesankan teman-temannya di klub komputer rakitan – hanya kemudian mereka melakukannya menjadi sebuah bisnis. Itu mirip di mana banyak teknologi energi saat ini, khususnya energi surya dan “Smart Meter” (Pengukur Listrik Pintar) . Agar teknologi tersebut bisa lepas landas, harus ada fihak/populasi pengadopsi awal (Early Adopter) yang melihat potensinya dan bersedia untuk mengambil kesempatan menggunakannya. Memang, mereka harus “menjadi sedikit gila”. Di bidang Energi penuh dengan orang-orang seperti itu, dan kenaikan harga bahan bakar yang tinggi ditambah kerawanan pasokannya akan membawa lebih banyak lagi dari mereka masuk ke bidang ini.
4. Masalah pada titik ini adalah desain, komersialisasi, pemasaran, dan sekali lagi desain, desain dan desain.
Mengapa Google, Microsoft dan Cisco semua baru-baru mengundurkan diri dari bidang manajemen energi rumah? Mungkin karena tidak satupun dari mereka bisa menemukan cara untuk membuat teknologi yang dapat diakses. Sebuah survei terbaru dari IBM menunjukkan bahwa orang tidak tahu apa-apa tentang listrik, sehingga “Smart Meter” (Pengukur Listrik Pintar) kebanyakan dari kita tidak tahu apa fungsinya.
Teknologi energi sukses bila dapat “plug and play“, WYSIWYG (Apa yang kamu lihat, apa yang kamu dapatkan), dan bahkan mungkin menginspirasi seseorang untuk menyebutnya “sebuah kegilaan.” Hal itu “harus berfungsi,” seperti iPhone atau Mac OS X. Itu akan menciptakan setiap “bit polarisasi” seperti Apple, karena akan mengabarkan semua keberanian untuk memecahkan masalah dan akan mendorong “Geeks” dan “orang aneh” itu mencoba menciptakan sesuatu.
Teknologi Energi yang benar benar manjur tidak hanya akan terlihat keren karena beberapa desainer industri meletakkannya pada kemasan atau memiliki kampanye iklan yang menarik, namun memiliki semua hal yang dibutuhkan, karena didalamnya ada “DNA“, yang mendorong perfeksionis untuk menemukan cara menjawab kebutuhan dan keinginan pengguna energi serta membuat solusinya .
Desainer Teknologi seperti ini tidak menggunakan “kelompok fokus” (Focus Group) karena mereka pada akhirnya hanya menangani selera mereka sendiri. Mereka termasuk Steve Jobs, Nintendo Miyamoto, dan puluhan orang lain yang namanya kita tidak tahu, tetapi telah mengisi hidup kita dengan penemuan-penemuan ikonik mulai dari “kamera Flip” sampai klip kertas. Banyak inovasi akan lahir di abad 21, tetapi hanya orang yang bisa benar-benar transformatif, yang bisa menimbulkan sesuatu yang bisa menggantikan Apple sebagai perusahaan terbesar di dunia, dan itu akan di bidang energi.
Related articles, courtesy of Zemanta: